Sejarah dan Asal mula Gedung Lawang Sewu ( Pintu Seribu ) Semarang
Lawang Sewu atau dalam bahasa Indonesia Pintu Seribu adalah Gedung megah yang dibangun di Era penjajahan Belanda.Yang sekarang ini menjadi salah satu Obyek Wisata kota Semarang. Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan kuno peninggalan jaman belanda yang dibangun pada 1904. Semula gedung ini untuk kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergaya art deco (1850-1940) ini karya arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag. Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, atau di sudut jalan Pandanaran dan jalan Pemuda. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu.
Sejarah Lawang Sewu
Sejarah gedung ini tak lepas dari sejarah perkeretaapian di
indonesia karena dibangun sebagai Het Hoofdkantoor Van de Nederlandsch –
Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) yaitu kantor pusat NIS, perusahaan kereta
api swasta di masa pemerintahan Hindia belanda yang pertama kali membangun
jalur kereta api di Indonesia menghubungkan Semarang dengan “Vorstenlanden”
(Surakarta dan Yogyakarta) dengan jalur pertamanya Jalur Semarang Temanggung
1867.
Awalnya administrasi NIS diselenggarakan di Stasiun Semarang NIS.
Pertumbuhan jaringan yang pesat diikuti bertambahnya kebutuhan ruang kerja
sehingga diputuskan membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh
pada lahan di pinggir kota dekat kediaman Residen Hindia Belanda, di ujung
selatan Bodjongweg Semarang. Direksi NOS menyerahkan perencanaan gedung ini
kepada Prof Jacob F Klinkhamer dan B.J Ouendag, arsitek dari Amsterdam Belanda.
Pelaksanaan pambangunan dimulai 27 Februari 1904 dan selesai 1907.
Kondisi tanah di jalan harus mengalami perbaikan terlebih dahulu dengan
penggalian sedalam 4 meter dan diganti dengan lapisan vulkanis. Bangunan
pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan percetakan,
dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah dipergunakan beberapa tahun,
perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan pada tahun 1916
– 1918.
Pada tahun 1873 rel
kereta api pertama di Hindia Belanda selesai dibangun. Jalan itu dibangun oleh
Nederlandsch Indische Spoorweg maatschappij (NIS), suatu perusahaan swasta yang
mendapat konsesi dari pemerintah kolonial untuk menghubungkan daerah pertanian
yang subur di Jawa Tengah dengan kota pelabuhan Semarang (Durrant, 1972).
Stasiun di Semarang yang berada di tambaksari tidak jauh dari pelabuhan.
Pada peralihan abad
ke-20 NIS membangun stasiun stasiun baru yang besar. Pada tahun 1914 stasiun
Tambaksari digantikan oleh Stasiun Tawang. Sebelumnya pada tahun 1908 selesai
dibangun pula kantor pusat NIS yang baru, bangunan itu berada di ujung jalan
Bodjong, di Wilhelmina Plein berseberangan dengan kediaman gubernur.
Kantor pusat NIS yang
baru itu adalah bangunan besar 2 lantai berbentuk “L” yang dirancang oleh J.F
Klinkhamer dan Ouendag dalam gaya Renaissance Revival (Sudrajat,1991). Menurut
Sudrajat pembangunan kantor pusat NIS di Semarang adalah tipikal 2 dasawarsa
awal abad 20 ketika diperkenalkan politik etis, ketika itu “… Muncul kebutuhan
yang cukup besar untuk mendirikan bangunan bangunan publik dan perumahan,
akibat perluasan daerah jajahan, desentralisasi administrasi kolonial dan
pertumbuhan usaha swasta”.
Penduduk Semarang memberinya nama “Lawang Sewu” (pintu seribu),
mengacu pada pintu pintunya yang sangat banyak, yan gmerupakan usaha para
arsiteknya untuk membangun gedung kantor modern yang sesuai dengan iklim tropis
Semarang. Semua bahan bangunan didatangkan dari Eropa kecuali batu bata, batu
alam dan kayu jati.
Pada saat yang bersamaan Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) berusaha
mengambil alih kereta api, pertempuran pecah antara pemuda dan tentara Jepang,
belasan pemuda terbunuh di gedung ini, 5 diantara mereka dimakamkan di halaman
(tetapi pada tahun 1975 jenazah mereka dipindah ke Taman Makam Pahlawan). Di
depan Lawang Sewu berdiri monumen untuk memperingati mereka yang gugur di
Pertempuran Lima Hari.
Sesaat setelah kemerdekaan Lawang Sewu digunakan Kantor Perusahaan
Kereta Api, kemudian militer mengambil alih gedung ini, tetapi sekarang telah
kembali ke tangan PT KAI.
Berapakan sebenarnya jumlah pintu dari Lawang Sewu?
Seperti Kepulauan Seribu yang jumlah pulau yang sebenarnya tak
sampai 1.000, karena tercatat hanya 342 buah pulau saja. Sebutan “Sewu” [Jawa:
Seribu], merupakan penggambaran sedemikian banyaknya jumlah pintunya. Menurut
guide lawang sewu, jumlah lubang pintunya terhitung sebanyak 429 buah, dengan
daun pintu lebih dari 1.200 (sebagian pintu dengan 2 daun pintu, dan sebagian
dengan menggunakan 4 daun pintu, yang terdiri dari 2 daun pintu jenis ayun
[dengan engsel], ditambah 2 daun pintu lagi jenis sliding door/pintu geser).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar